AKIBAT “DISRUPTION”

Pada bulan Oktober 2016 komisi On Financing Global Opportunity The Learning Generation –  PBB menyampaikan informasi bahwa  dengan pencepatan teknologi seperti saat ini, hingga tahun 2030, sekitar 2 miliar pegawai di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan. Tak mengherankan bila mulai banyak anak-anak yang bertanya polos pada orang tua, “mama, bila aku besar, nanti aku bekerja di mana?”

 

Otot Diganti Robot

Perlahan-lahan teknologi menggantikan tenaga manusia. Tak apa kalau itu membuat kita menjadi lebih manusiawi. Semisal kuli angkut pelabuhan yang kini diganti crane dan forklift.

Sekarang kita mendengar tenaga-tenaga kerja yang bertugas di pintu tol telah diganti dengan mesin. Pekerjaan di pintu-pintu tol semakin hari memang semakin berbahaya, baik bagi kesehatan (asap karbon kendaraan), keamanan maupun kenyamanan (tak dilengkapi toilet). Sehingga, memindahkan mereka ke control room atau pekerjaan lain tentu lebih manusiawi. Teknologi juga menggantikan jarak sehingga pusat-pusat belanja yang ramai dan macet tiba-tiba sepi karena konsumen memilih belanja dari genggaman tangannya dan barangnya datang sendiri.

Maka sejak itu kita menyaksikan pekerjaan-pekerjaan yang eksis 20 tahun lalu pun perlahan-lahan akan pudar.  Setelah petugas pengantar pos, diramalkan penerjemah dan pustakawan akan menyusul. Bahkan diramalkan profesi dosen pun akan hilang karena kampus akan berubah menjadi semacam EO yang mengorganisir kuliah dari ilmuwan-ilmuwan kelas dunia. Kasir di supermarket, sopir taksi, loper koran, agen-agen asuransi, dan sejumlah besar akuntan juga diramalkan akan berkurang. Kita tentu perlu memikir ulang pekerjaan-pekerjaan yang kita tekuni hari ini.

 

Pekerjaan-pekerjaan Baru

Anak-anak kita sekarang harus dididik dan disiapkan untuk hidup mandiri, mempersiapkan keahlian baru di era digital yang serba kamera. Hidup mandiri, membangun keahlian dan persiapkan diri untuk 20 tahun ke depan. Berfikir kreatif untuk mengantisipasi perubahan masa depan sangat diperlukan agar sirvive menjalanani kehidupan. Anak-anak melineal harus dilatih hidup mandiri, berjuang sedari dini dari satu galeri ke galeri besar lainnya. Dari satu karya ke karya besar lainnya.

Memang, pekerjaan-pekerjaan lama akan banyak memudar walau tidak hilang sama sekali. Dalam buku Disruption, Renald Kasali menjelaskan bahwa  pada pergantian abad 19 ke abad 20, saat mobil menggantikan kereta-kereta kuda. Ribuan peternak dan pekerja yang menunggu pesanan di bengkel-bengkel kereta kuda pun menganggur. Namun pekerjaan-pekerjaan baru seperti montir, pegawai konstruksi jalanan, pengatur lalu lintas, petugas asuransi, dan sebagainya pun tumbuh.

Kereta-kereta kuda tentu masih bisa kita lihat hingga hari ini, mulai dari jalan Malioboro di Yogyakarta sampai di kota New York, Paris, atau London melayani turis. Tetap ada, namun tak sebanyak pada eranya.

Namun pada saat ini kitapun menyaksikan munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang  tak pernah kita kenal 10-20 tahun lalu: Barista, blogger, web developer, apps creator/developer, smart chief listener, smart ketle manager, big data analyst, cyber troops, cyber psichologyst, cyber patrol, forensic cyber crime specialist, smart animator, game developer, smart control room operator, medical sonographer, prosthodontist, crowd funding specialist, social entrepreneur, fashionista and ambassador, BIM Developer, Cloud computing services, cloud service specialist, Dog Whisperer, Drone operator dan sebagainya.

Kita membaca postingan dari para bankir yang mulai beredar, sehubungan dengan tawaran-tawaran untuk pensiun dini bagi sebagian besar karyawannya mulai dari teller, sampai officer kredit. Mesin ATM- pun sebentar lagi akan menjadi besi tua karena akan tergantikan dengan e-banking.  Ini tentu akan merambah panjang daftar pekerjaan-pekerjaan lama yang akan hilang.

Jangan Tangisi Masa Lalu

Di beberapa situs kita pasti membaca kelompok yang menangisi hilangnya ribuan atau bahkan jutaan pekerjaan-pekerjaan lama. Ada juga yang menyalahkan pemimpinnya sebagai masalah ekonomi. Tentu juga muncul kelompok-kelompok penekan yang seakan-akan sanggup menjadi “juru selamat” PHK. Sopir angkutan kota dan angkutan pedesaan secara perlahan juga akan mengalami PHK  masal, tergantikan oleh angkutan online. Maka perlu disadari gerakan-gerakan aksi menuntut dibatasinya angkutan online  akan berujung pada kesia-siaan. Kita misalnya menyaksikan sikap yang dibentuk dengan tekanan-tekanan publik seperti itu yang sangat anti bisnis-bisnis online.

Mungkin mereka lupa, dunia online telah menjadi penyedia kesempatan kerja baru yang begitu luas. Larangan ojek online misalnya, bisa mematikan industri kuliner dan olahan rumah tangga yang menggunakan armada go-food dan go-send. Berapa banyak tukang martabak yang kini tumbuh seperti jamur di musim hujan, rumah makan ayam penyet dan pembuat sabun herbal yang juga diantar melalui gojek.

Sama halnya dengan menghambat pembayaran noncash di pintu-pintu tol, kita mungkin kehilangan kesempatan untuk memberikan pelayanan-pelayanan baru yang lebih manusiawi dan lebih aman.

Satu hal yang pasti, kita harus mulai melatih anak-anak kita menjadi pekerja mandiri menjelajahi profesi-profesi baru. Ketika mesin dibuat menjadi lebih pandai dari manusia, maka pintar saja tidak cukup. Anak- anak kita perlu dilatih hidup mandiri dengan mental self-driving, self-power, kreatifitas dan inovasi, serta perilaku baik dalam melayani dan menjaga tutur katanya di dunia maya (yang sekalipun memberi ruang kebebasan dan kepalsuan).

 

 

Disarikan: Buku Distruption, Renald Kasali