Apakah Anda seorang business owner atau manajer ingin mengembangkan karyawan Anda? Maka coaching skill merupakan keterampilan yang harus anda dimiliki. Jika Anda seorang business owner atau manajer akan lebih efektif bertindak sebagai seorang “coach” daripada sebagai seorang “manajer”.
“coaching secara efektif dapat meningkatkan hasil bisnis mereka sebesar 21 %
dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah melakukan coaching”
Apa itu Coaching ?
Sir John Whitmore adalah murid awal dari Timothy Gallwey (Tokoh yang dianggap sebagai bapak Coaching yang sukses mendemonstrasikan metodologi Coaching yang comprehensif dan sederhana). John Whitmore dianggap berhasil mengadaptasi coaching dari dunia olahraga ke dunia bisnis. Coaching adalah kegiatan atau metode yang berguna untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan, dan meningkatkan kinerja sumber daya manusia (SDM). Secara prinsip, coaching berguna untuk menemukan jawaban atas berbagai tantangan yang dihadapi oleh manusia. Sir John Whitmore membuat formulasi coaching dalam akronim GROW. GROW merupakan akronim dari Goal-Reality-Options-Will yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Hasil yang diinginkan – Kondisi saat ini – Opsi yang ada-Keinginan atau komitment untuk melakukannya.
Coaching itu seperti Google Maps
Proses coaching dengan GROW Model dapat dianalogikan seperti kita menggunakan aplikasi Google Maps. Coba aktifkan Google Maps, apa yang harus kita lakukan pertama kali? Tak lain adalah memasukkan tempat atau alamat yang dituju. Begitu pula dalam proses coaching dengan GROW Model, pertanyaan pertama seorang coach adalah “apa yang anda inginkan? Apa yang ingin anda wujudkan? Hasil seperti apa yang anda ingin raih?”
Dalam Google Maps jika pertanyaan tersebut tidak dijawab dengan benar maka tidak akan bisa masuk ke halaman berikutnya, begitu pula dalam sesi coaching, bila pertanyaan “apa yang anda inginkan?” Belum terjawab, maka sesi coaching belum bisa beranjak kemana-mana. Sungguh coaching bekerja dengan tujuan, sebelum pertanyaan ini bisa dijawab secara konkrit oleh coachee, tidak bisa melanjutkan pertanyaan lainnya, sesi coaching hanya akan berputar-putar dan tidak efektif bila pertanyaan ini belum dijawab.
Dari mana?
Pertanyaan berikutnya yang perlu anda jawab dalam Google Maps adalah curent location, alias dimana lokasi anda saat ini. Bahasa mudahnya kita perlu membuat coachee sadar saat ini dimana startnya, dalam pertanyaan apa yang diinginkan coach bertanya dimana finishnya, kali ini kita membuat coachee berpikir dan menyadari dimana startnya. Bayangkan bagaimana lomba berlari bila hanya diatur dimana finishnya dan tidak tahu dimana startnya? Berantakan bukan? Itulah mengapa mengetahui dimana startnya tak kalah penting dengan mengetahui dimana finishnya.
Apa saja opsinya?
Setelah clear kemana tujuan kita dan darimana posisi saat ini Google Maps akan memberikan anda opsi-opsi jalan yang bisa dilalui lengkap dengan prediksi kelancaran atau kemacetan jalan tersebut. Senada dengan Google Maps area pertanyaan berikutnya dalam proses coaching adalah coach bertanya kepada coachee tentang apa saja opsi-opsi yang bisa dilakukan untuk mencapai finish yang diinginkan?.
Hal ini bertujuan agar coachee berkomitmen, konsisten, dan bertangung jawab terhadap opsi tersebut dan komitment akan kuat kala datang dari dalam diri sendiri.
Setelah bertanya opsi-opsi tindakan yang bisa dilakukan coach tak lupa membahas kelebihan dan kekurangan dari setiap opsi yang ada. Analisa kelebihan dan kekurangan ditutup dengan memfasilitasi coachee memilih tindakan yang paling menguntungkan untuknya. Dalam hal ini coach wajib menahan diri dari memilihkan opsi.
Komitmen perjalanan (will)
Asyiknya berpergian menggunakan Google Maps adalah kita senantiasa diingatkan bila mengambil jalan yang salah, notifikasi mesra akan segera muncul dan memberitahu bahwa langkah kita sudah menjauh beberapa kilo meter karna salah belok atau salah ambil jalan tadi. Seakan-akan Google Maps menuntut sebuah komitmen atas tempat yang ingin kita tuju. Bahkan bila tidak dihiraukan Google Maps akan mengeluarkan arahan jalan baru yang tetap bermuara kepada tempat yang ingin dituju. Meski arah jalannya baru hanya tempat tujuan masih sama dengan yang kita komitmentkan diawal.
Area pertanyaan berikutnya adalah mengenai komitmen dan kemauan. Setelah jelas opsi tindakan apa yang akan dipilih coachee, coach memfasilitasi coachee untuk komitmen atas pilihan tersebut dan meminta apa komitmentnya.
Karena area komitmen tidak cukup hanya sampai bertanya kepada coachee, mereka komitmen atau tidak terhadap opsi tindakan yang dipilih. Maju selangkah lagi, coach juga bertanya apa komitmen dia sampai opsi tindakan itu benar-benar dilakukan. Komitmen itu bisa berupa tidak melakukan hal yang dia sukai, tidak melakukan hal-hal yang sifatnya tidak berhubungan secara langsung dengan impiannya, atau juga tidak melakukan hal-hal yang membuang waktu.
Tentu disini coach perlu memastikan kembali apakah komitmennya ekologis atau malah membahayakan. Semisal; adalah “saya tidak akan pulang coach sampai presentasi dapat dua”, “saya tidak akan bermain dengan anak sampai itu tercapai”, “saya gak akan makan nasi sampai itu terlaksana.” Komitmen seperti itu nampaknya adalah komitmen orang yang bersemangat, namun sebenarnya itu adalah komitmen orang yang putus asa, atau juga komitmen hasil salah didik. Mengapa ? Kalau dia tidak pulang dia akan kemana ? Kalau tidak bermain dengan anak, lalu siapa yang mendidik anaknya?. Jadi penting juga bagi coach menilai komitmennya, meski itu semua kita kembalikan kepada coachee sebagai penentu keputusan.