PENDIDIKAN KESETARAAN BERBASIS STUDENT ENTERPRISE

Fasli Jalal (2001: 199) menjelaskan, pendidikan kesetaraan menyelenggarakan pendidikan nonformal sebagai upaya pemecahan masalah yang terkait dengan masalah putus sekolah maupun masalah pengangguran. Pendidikan kesetaraan merupakan alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Hasil penelitian Akbar (2007) di Kabupaten Garut pendidikan kesetaraan menunjukkan kemampuan manajerial, persepsi pemberdayaan, berpengaruh secara langsung terhadap mutu layanan, dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas lulusan. Pemberdayaan (empowerment) merupakan pendekatan aktif dan kritis di dalam melaksanakan suatu profesi. Makna pemberdayaan berkaitan dengan upaya pengembangan diri, yakni pengendalian internal dan praktik pemecahan masalah secara bebas. (Kindervatter, 1979).

Pendidikan Kesetaraan merupakan salah satu jenis pendidikan Nonformal yang berstruktur dan berjenjang. Memberikan kompetensi minimal bidang akademik dan lebih memiliki kompetensi kecakapan hidup. Memberikan kompetensi kecakapan hidup agar lulusannya mampu hidup mandiri dan belajar sepanjang hayat. Tujuannya adalah untuk menyiapkan lulusannya siap untuk memasuki dunia kerja. Pendidikan kesetaraan ini meliputi Program Paket A setara dengan SD, Program Paket B setara dengan SMP, dan Program Paket C setara dengan SMA.

Ijazah dari program kesetaraan ini diakui keberadaannya seperti layaknya pendidikan formal. Sebagaimana diitegaskan pada UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 26 ayat 1 bahwa pendidikan non formal termasuk pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka life long education.  Pada ayat 6 dinyatakan bahwa hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasilprogram pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional penilaian.

Pada Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 26 ayat 6 dinyatakan bahwa hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasilprogram pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional penilaian.

Program pendidikan kesetaraan di Pesantren Wirausaha Nurul Islam berbasis student enterprise, berbeda dengan pendidikan formal, baik dalam konten, konteks, metodologi maupun pendekatan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Program pendidikan kesetaraan berbasis student enterprise, lebih memberikan konsep-konsep terapan, tematik, induktif, kontekstual dan melatih kecakapan hidup serta berorientasi pada pengembangan usaha mandiri. Reformasi kurikulum, diarahkan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang cerdas komprehensif dan kompetitif dalam pengembangan jiwa entrepreneurship. Program pendidikan kesetaraan berbasis student enterprise, lebih menekankan pada keterampilan fungsional dan kepribadian profesional. Kurikulum dalam pendidikan non formal, program kesetaraan yang sasaran didiknya adalah pengembangan life skills dan entrepreneurship secara mendalam dan profesional dengan metode mentoring and business coaching sehingga peserta didik langsung menghadapi tantangan masa depan yang sangat dinamis dan kompetitf.

Teori human capital meyakini bahwa pendidikan sebagai investasi dalam meningkatkan produktivitas masyarakat dan mempengaruhi distribusi pendapatan di suatu perekonomian (Becker, 1964; Schultz, 1981 dan Heckman, 2005). Berdasarkan rasional ini pengelolaan          program pendidikan kesetaraan berbasis student enterprise dikembangkan dengan berfokus pada pengembangan life skills dan enterprenuership, agar lulusan memperoleh pengalaman belajar yang berguna untuk menyelesaikan problem kehidupan yang dihadapi baik dalam bidang sosial, budaya, politik dan ekonomi.

Pengertian life skill adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi, pada gilirannya mampu mengatasinya. Pendidikan kecakapan hidup pada pendidikan kesetaraan disusun dalam bentuk kurikulum khusus atau terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran, baik pada jenjang setara SD, setara SMP maupun setara SMA. Penelitian Satori (2002:25) menerapkan life skills pada pendidikan konteks sekolah (formal) tingkat SMU, hasilnya menunjukkan sangat efektif bagi lulusan SMU terutama yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

WHO (1977 dalam Hatimah, 2007; Slamet, 2002) mengelompokkan kecakapan hidup ke dalam 5 kelompok, yakni: (a). kecakapan mengenal diri sendiri (self awereness) atau kecakapan pribadi (personal skill), (b). kecakapan social (social skill), (c). kecakapan berpikir (thinking skill), (d). kecakapan akademik (academic skill) dan (e). kecakapan kejuruan (vocational skill).

Bertolak dari standar kompetensi lulusan yang hendak dicapai dalam pengelolaan pendidikan kesetaraan tersebut, maka pengelolaan pembelajaran berbasis kecakapan hidup dan kewirausahaan adalah terobosan inovatif yang secara intensif keefektivannya perlu terus dikaji untuk memperkuat dan mempertajam standar kompetensi, sehingga mutu lulusan pendidikan kesetaraan dapat ditingkatkan, sekaligus meningkatkan citra publik tata kelola pendidikan nonformal.

Tujuan pembelajaran pendidikan kecakapan hidup dirumuskan sebagai berikut: (1) Content Objectives, yaitu penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran. Materi pelajaran yang memiliki konsep kunci serta tema-tema esensial yang mendorong tercapainya kemampuan generik, yang wajib dimiliki peserta          didik,   selebihnya dapat ditugaskan dalam kegiatan lain. (2). Methodological Objectives, yaitu penguasaan peserta didik terhadap proses penemuan konsep kunci keilmuan, sehingga memungkinkan peserta didik untuk memiliki dan menguasai proses penemuan konsep kunci (keterampilan proses). (3). Life Skills Objectives, yaitu penguasaan peserta didik dalam mengaplikasikan konsep kunci serta keterampilan prosesnya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran dirancang untuk peningkatan keterampilan proses, terpadu dan kontekstual antara teori dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan bentuk kerja, tes perbuatan dan observasi dengan pemecahan masalah mencakup: uji kinerja, perilaku, kejujuran dan disiplin (Asmani, 2009: 78). Materi pembelajaran untuk pembentukan life skills menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut: (1).General life skill, meliputi: pendidikan kharakter, pendidikan akademis, pendidikan jasmani; (2). Specific life skill, meliputi: pendidikan personal dan sosial, pendidikan keterampilan, disesuaikan dengan minat peserta didik kondisi setempat.

Pembelajaran dirancang berbasis kecakapan hidup agar lebih mengkristal kearah nilai ekonomi diperkuat dengan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah pembentukan kewirausahaan pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi.

Pembelajaran yang berbasis kewirausahaan diarahkan pada 3 jenis perilaku, yaitu: (1). Memulai inisiatif, (2). Mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme sosial ekonomi untuk mengubah sumber daya dan situasi dengan cara praktis, (3). Diterimanya resiko atau kegagalan. Perilaku kewirausahaan ini sebenarnya merupakan aplikasi dan pengembangan pembelajaran yang berbasis kecakapan hidup.

Pengelolaan pendidikan kesetaraan berbasis kecakapan hidup dan kewirausahaan dilakukan sebagaimana hasil penelitian tindakan yang dilakukan (Mills, 2000) menghasilkan petunjuk bagi instruktur yang mengarahkan peserta didik sebagai orang dewasa. Shobah (2008) mendiskripsikan aplikasi andragogi dalam pembelajaran pendidikan non formal termasuk pengelolaan program pendidikan kesetaraan berbasis kecakapan hidup dan kewirausahaan, dikatakan efektif, jika dapat mengantarkan peserta didik menguasai keterampilan pekerjaan tertentu dan memiliki watak kewirausahaan. Kemampuan tersebut merupakan misi pendidikan kesetaraan, berorientasi pada peningkatan perekonomian disamping kecerdasan akademik/intelektual. Meningkatkan kemampuan lulusan dalam dunia kerja secara mandiri menambah kepercayaan diri dan memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat.

Untuk menuju terwujudnya pendidikan berwawasan kecakapan hidup dan kewirausahaan, maka diantara kuncinya adalah menciptakan lembaga atau pendidikan yang dinamis, fleksibel, manajer bervisi ke depan, serta lingkungan pendidikan yang kondusif. Peran manajer sangat menentukan pengembangan lembaga yang didasarkan atas visi, misi, tujuan, program dan kebijakan yang jelas. Sekurang-kurangnya ada 8 kompetensi menajer bervisi ke depan, ialah: kemampuan strategi, kemampuan sintesis, kemampuan organisasi, kemampuan komunikasi, kemampuan negosiasi, kemampuan presentasi, dinamika dan ketangguhan. Lingkungan pendidikan yang kondusif dalam program kesetaraan adalah iklim belajar yang dikelola dengan prinsip belajar orang dewasa (andragogi).

Manajer yang menciptakan iklim pembelajaran andragogi dalam pengembangan kecakapan hidup dan kewirausahaan menyiapkan seperangkat prosedur atau proses sebagai berikut: (a). Memapankan suasana yang mendukung belajar, (b). Menciptakan mekanisme perancanaan bersama, (c). Mendiagnosis kebutuhan belajar, (d). Merumuskan tujuan-tujuan program yang akan memenuhi kebutuhan warga belajar, (e). Menyusun rancangan pola pengalaman belajar, (f) Menyelenggarakan belajar-mengajar dengan teknis dan bahan yang sesuai, (g). Menilai hasil belajar dan mendiagnosis ulang kebutuhan belajar. Model pembelajaran lain sebagai alternatif adalah penerapan 4 pilar pendidikan yang dikembangkan oleh UNESCO (Muhsin, 2006), yakni pembelajaran untuk mengetahui (learning to know), pembelajaran untuk mengerjakan (learning to do), pembelajaran untuk menjadi (learning to be), sampai dengan pembelajaran untuk dapat hidup bersama (learning to life together).

 

Formulir Pendaftaran dapat langsung klik disini